<$BlogRSDUrl$>

Soeroyo

Surakarta/Warga Epistoholik Indonesia

Saturday, November 22, 2003

Selamat datang di situs blog saya,
sebagai warga Epistoholik Indonesia





Nama saya, Soeroyo. Saya pegawai negeri sipil yang sudah pensiun tahun 1981. Berdomisili di Solo. Setelah pensiun, post-power syndrome saya jauhi dan saya harus berani menghadapi kenyataan. Saya beristirahat total setiap hari, dari bangun tidur sampai tidur kembali yang sungguh menjemukan.

Guna menghilangkan sebel, saya isi waktu dengan banyak mendengarkan siaran radio, banyak melihat tayangan TV serta banyak membaca apa saja yang bisa dibaca.

Apabila ada hal-hal yang tidak laras dengan pola pikir saya, maka saya mencoba menulis yang hasilnya saya kirimkan ke redaksi suratkabar, apa saja. Pertama saya kirimkan ke Sinar Harapan, yang kemudian berganti nama Suara Pembaruan yang saya menjadi pelanggannya.

Ternyata tulisan-tulisan saya banyak dimuat, kemudian tulisan saya kirimkan juga ke Suara Merdeka, Surya, Bernas dan SOLOPOS. Saya merasa senang kalau tulisan saya dimuat, sebab pasti akan dibaca oleh orang banyak. Rupanya inilah salah satu hiburan saya selaku manula wredatama/pensiunan.


Catatan Bambang Haryanto : Pada tanggal 13/11/2003, Bapak Soeroyo menepati janji beliau, dengan mengirimkan sekitar 78-an judul surat pembaca yang beliau tulis sekitar tahun 1994. Jumlah itu menunjukkan produktivitas beliau dengan beragam topik yang kaya dengan pembahasan yang mendalam.

Di bawah ini, selain surat-surat pembaca beliau yang ditulis tahun 2004, Epistoholik Indonesia memutuskan untuk juga memajang surat-surat pembaca beliau yang bertopik lingkungan hidup. Terima kasih untuk atensi Anda.


-----------------

MANULA WREDATAMA
Harian Solopos (Solo), 24/10/2004


Umum sudah mengenal apa itu wredatama. Wreda itu tua, namun utama dan berlaku bagi pensiunan PNS. Mereka telah lulus dalam pengabdian pada bangsa dan negara puluhan tahun lamanya, tidak patah di etngah jalan.

Manula ini yang tergabung dalam PWRI (Persatuan Wredatama Republik Indonesia) mempunyai program tetap dalam bentuk silaturahmi bulanan. Silaturahmi ini sangat ideal dan dalam lingkup ibadah tinggi nilainya di hadapan Tuhan YME. Dalam silaturahmi berlaku sifat dan sikap tepa selira dan tenggang rasa. Artinya, tidak ada orang yang diunggulkan dan tidak ada yang direndahkan. Semua setara dan sama dalam rangka persaudaraan.

Tuhan menjanjikan, barang siapa yang suka menggelar silaturahmi antarsesama, dimudahkan rezekinya dan dianugerahi panjang usia. Subhanallah. Oleh karena itu bila ada silaturahmi harus diusahakan agar hadir dan tidak dibiarkan blong.

Usahakan waktu dan rasanya tidak pas kalau ada ucapan : Saya tidak punya waktu. Waktu itu harus diadakan, sebab tiap pribadi adalah pengelola waktu. Itulah sebabnya bersama dengan disiplin tertib. Semua itu harus dilengkapi dengan disiplin bersih.

Tidak ada nafsu negatif. Semua didasari persaudaraan dan setiakawan, merasa senasib sepenanggungan, mengutamakan rasa kebersamaan.

Oleh karena itu jauh dari sifat dan sikap arogan. Tidak berlaku adigang, adigung, adiguna. Merasa masih bisa lari kencang seperti kijang, kuat perkasa seperti gajah dan bersuara lantang seperti semburan ular berbisa.

Itulah indahnya wredatama yang tergabung dalam PWRI.


Soeroyo
Solo

-------------

KENDALIKAN NAFSU
Harian Solopos (Solo), 23/8/2004


17845 Itu angka keramat. Jumlah angkanya ada lima, nilainya berjumlah 25. Angka lima di sini dominan dan adalah mulia : 1) Pendawa, 2) Pancasila. Angka 25 adalah kelipatan lima yang mulia itu dan jumlah nilainya ada 7, tujuh dalam bahasa Jawa itu pitu.

Pitu ini mengandung ungkapan yang seolah-olah sakral. Contoh: mengumpulkan harta karun untuk dinikmati sampai tujuh turunan. Dendam kesumat juga sampai tujuh turunan.

Namun pitu yang mengandung pitutur/petuah ternyata sangat mulia. Pitutur lazim diberikan oleh orangtua kepada orang/anak muda. Pitutur yang hakiki tak mudah diplencengkan. Oleh karena itu orang tua harus selalu membina nafsu budi-luhur agar pikiran dan akalnya tetap berjalan di ajaran moral agama.

Tidak asal ngomong seakan-akan menerapkan sifat arif dan bijaksana. Maka hati-hatilah para orangtua dalam menerapkan diri selaku tokoh terpandang dan menjadi panutan kawula muda.

Jangan sampai berlaku peribahasan, orangtua kencing berdiri, anak muda kencing berlari.

Soeroyo
Solo


---------------
OPTIMISTIS DAN BUKAN FRUSTRASI
Harian Solopos (Solo), 22/8/2004


Seorang epistoholik gemar mengisi rubrik Pos Pembaca/surat pembaca di berbagai media massa. Kalau ia seorang wredatama/pensiunan PNS, maka gampang melempar post-power syndrome, berani menghadapi kenyataan hidup. Pahamnya sangat kental dengan TOPP yang progresif, yakni tua, optimis, prima dan produktif (TOPP) dan bukan tua, ompong, peot dan pikun.

Ada tuduhan bahwa kalau banyak menulis itu sedang dirundung frustrasi. Tuduhan itu jauh emelenceng. Orang optimistis tak kenal resah, cemas, gundah-gelisah, semua dihadapi dengan percaya diri. Menerapkan sifat dan sikap adiyuswa a la Prof Selo Soemardjan, memiliki vitalitas tinggi penuh gairah dan pikiran cemerlang.

Jasmani boleh loyo karena menapaki hidup di usia senja, namun pikirannya tetap tegar, bergairah, cemerlang dan kreatif. Akibat gemar membaca, mendengarkan radio dan melihat tayangan televisi, wawasannya menjadi luas. Sebaliknya pihak yang menuduh negatif itu yang sempit wawasannya, picik pahamnya seperti katak dalam tempurung.

Bagi manula wredatama suka menggelar silaturahmi antarsesama dan selalu meningkatkan kualitas hidup. Kalau dulu selaku PNS berseragam Korpri, sekarang mantap berseragam coklat PWRI dan tetap bergairah.

Di PWRI leluasa menyajikan pengabdian pada negara sampai di akhir usia, memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya guna kemaslahatan bersama. Selalu menapaki pola hidup yang wajar-wajar saja, berjalan di jalur Allah, tidak mencuat keluar dari ajaran moral agama. Artinya, moralnya utuh, nuraninya dikomando oleh nafsu budi luhur, sehingga pikiran dan akalnya selalu tertuju pada perilaku yang mulia dan terpuji.

Oleh karena itu, jangan cepat menuduh kelompok epistoholik itu labil dan mudah frustrasi. Baginya tidak ada frustrasi, yang ada adalah optimisme, menatap segala sesuatu dari sisi yang menggembirakan, tidak kenal patah harapan, namun rajin dan memegang teguh disiplin waktu, disiplin bersih dan disiplin tertib.

Tulisannya positif, mapan dan mengarah pada hal-hal yang bermanfaat. Dengan cara itu bisa menjadi sarana mencerdaskan anak bangsa, berarti turut serta mengisi pembangunan.

Soeroyo
Solo.


---------------

DIPERLUKAN KEJERNIHAN NURANI
Harian Solopos (Solo), 6/7/2004



Di Pos Pembaca SOLOPOS ini ada yang berpikir supaya PWRI berdemo seperti pensiunan di luar negeri guna memperjuangkan nasibnya. Adalah Bp Soedibyo S yang tergiur pikirannya untuk ela-elu unjuk rasa. Apakah tepat dan mapan, para Manula itu berdemo? Justru akan menjadi bahan tertawaan cucu-cucunya! Menurut Bp Soedibyo S, PWRI tak punya dinamika (perjuangan) (SOLOPOS, 11/4/2004).

PWRI tidak akan anut grubyuk unjuk rasa. Kecuali kondisi fisiknya kebanyakan telah loyo, nuraninya yang dikomando oleh akal sehat menolaknya. Apakah dengan berdemo semua akan beres yang berkaitan dengan para pensiunan? Justru akan membuka peluang guna berkembangnya permasalahan baru.

PWRI punya paham yang mantap dan mapan. Kiranya diperlukan pengendapan nurani untuk menghadapi masalah ini. Perlu mengenal dulu, mencermati, baru komentar. Tidak Asbun alias asal bunyi selaku orang non-PWRI. Saya heran, mengapa PWRI disikapi secara sinis dan negatif, sedangkan etika, fatsun dan santun justru diabaikan.

Soeroyo
Solo

----------------

AH, SURAT KALENG ITU...
Harian Solopos (Solo), 28/6/2004


Saya baru-baru ini menerima surat kaleng. Namanya juga kaleng, seribu satu hujatan dilimpahkan pada seseorang, termasuk diri saya. Sejak awal dipensiun, saya biasakan banyak membaca, banyak mendengarkan radio dan melihat TV guna menghilangkan kejenuhan. Bila ada hal yang sekiranya tidak laras dengan paham saya, maka saya mencoba menulis yang saya kirimkan ke berbagai redaksi surat kabar. Kalau redaksi memuat surat saya berarti patut untuk dibaca orang banyak.

Saya mengucapkan banyak terima kasih, karena masih ada pihak yang loyal menghadiahi saya dengan predikat Sengkuni. Apakah tulisan saya melanggar HAM? Tulisan saya tidak pernah menyudutkan orang, namun keganjilan yang ada dalam masyarakat saya ketengahkan. Sedapat mungkin saya arahkan ke asas benar, jujur dan adil.

Ini bisa terpenuhi bila nurani seseorang dikomando oleh nafsu budi luhur yang selalu menapaki jalan Allah, sehingga pikiran dan akal tertuju pada hal-hal positif, bermanfaat. Disebut-sebut saya tidak patut tinggal di Purwotomo, lebih layak di pinggiran saja.

Pada akhir masa dinas selaku PNS, 4 tahun 7 bulan saya tiap hari mondar-mandir Solo-Wonogiri (Proyek Bendungan Wonogiri) yang saat itu saya telah mendiami rumah yang sekarang. Jadi sudah layak, setelah pensiun saya ditunjuk untuk terus menempati rumah itu, maka tidak ada rekayasa yang negatif.

Kalau saya boleh memberi nasihat, maka janganlah membiasakan diri membuat surat kaleng. Tindakan itu menunjukkan sikap jiwa kerdil, tidak ksatria.

Soeroyo
Solo

--------------
KKN TERBALIK JADI NKK
Harian Solopos (Solo), 17/5/2004


Moegono SH tidak jemu bicara lagi tentang pemberantasan korupsi. Selaku pakar hukum beliau menyampaikan usulan yang memang progresif. Beberapa jurus dikemukakan, kemudian tulisannya ditutup dengan kalimat jika langkah itu tidak diambil, maka jangan ngomong akan memberantas korupsi (SOLOPOS, 25/4).

Kalau dipikir-pikir, masih ada pribadi yang idealis memikirkan keadaan yang amburadul ini terutama masalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Namun masyarakat kan terdiri atas makhluk hidup yang namanya manusia dengan berbagai macam perangainya.

Pada galibnya hanya ada dua macam, manusia jahat dan mulia. Pada zaman gara-gara ini, manusia jahatlah yang pegang mayoritas dalam konstelasi masyarakat. Itulah sebabnya kita tetap saja brengsek. Sewaktu reformasi meledak lebih lima tahun lalu, niat kuat memberantas KKN. Mengapa sekarang terasa jalan di tempat, perjalanan reformasi elot-kelot?

Sewaktu G30S gagal, 1965, PKI segera diberangus, hanya memerlukan waktu relatif singkat. Sebab pemberangusnya adalah nonkomunis. Adapun penggusur KKN sekarang justru belepotan dengan KKN dan ini ada di mana-mana.

Secara kelakar orang awam nyeletuk kalau KKN sekarang terbalik menjadi NKK yang artinya niat kuat kandas. Banyak kendala yang dihadapi, terutama retaknya moral masyarakat pada umumnya. Yang moralnya utuh, tetap iman di jalan Allah hanya minoritas.

Soeroyo
Solo

---------------

SEMOGA KEMBALI KE JALAN ALLAH
Harian Solopos (Solo), 1/3/2004

Ahmad Yasid Fausan, Gatak RT 02/RW 06 Madegondo, Grogol, Sukohwjo merinci politisi busuk atau bermasalah sebanyak lima butir. Tindakan itu, konoj i, guna membantu DrsTjipto Subadi, Ketua Fraksi Amanat Nasional DPRD Jawa Tengah untuk menemukan para politisi bermasalah (SOLOPOS, 26januari 2004).

Lima butir kriteria politisi itu gamblang, karena diuraikan sangat detil. Berkait itu para pembaca yang wong cilik merasa gembira, sebab masih ada yang berani bersuara membelanya. Pada dasarnya sampai sekarang wong cilik merasa tak terwakili para. anggota elite yang menyebut dirinya wakil rakyat

Sesungguhnya bau busuk itu telah merebak di mana-mana. Bila dicermati, misalnya masa kerja masih satu tahun para elite itu sudah sangat getol menuntut uang pesangon guna kepentingan mereka sendiri.

Dtfilik dari sisi moral, budi pekerti dan efika, sikap, hal itu tidak terpuji, sebab menonjolkan kepentingan pribadi jauh di atas kepentingan umum. Harusnya melihat yang yang luas, bahwa negara sedang terpuruk berkepanjangan. Beban utang menindih anak cucu sampai tujuh turunan, rakyat kecil klepe-klepe akibat beratnya biaya hidup.

Kok sempatnya, sangat getol menuntut uang pesangon yang aduhai jumlahnya. Bahkan ada lagi yang memperjuangkan gaji ke-13. Dana dikumpulkan dengan susah-payah lewat berbagai pajak. Uang rakyat diplothot-plothot, namun setelah terkumpul dijadikan titik pusat bancakan para elite di atas.

Nafsu rakus ditunjukkan sampai kebablasan. Istilah yang digunakan dipoles sangat santun menjadi uang purnabakti atau uang tali asih, tapi ya tetap uang pesangon seperti layaknya buruh berhadapan dengan majikan dalam kasus PHK_

Lembaga pengabdian dalam mengemban amanah dipakai untuk tempat meraup duit secara serakah. Wong cihk yang tak merasa terwakili hanya mampu mengelus dada sambil berdoa semoga Tuhan YME membuka nuraninya dari tindakan tak terpuji, kembali ke jalan yang diridai-Nya Amin.

Soeroyo
Solo


---------------

MERINTIS WADAH EPISTOHOLIK
Harian Solopos (Solo), 5/12/2003


Suatu ketika di bulan Oktober 2003, saya menerima surat dari Wonogiri. Pengirimnya bernama Bambang Haryanto yang mengaku telah banyak membaca tulisan-tulisan saya di (kolom) Pos Pembaca SOLOPOS.

Saya disebut-sebut seorang epistoholik, istilah yang sebelumnya tidak saya kenal. Setelah dijelaskan oleh Sdr. Bambang Haryanto, barulah saya dong (jelas - BH). Lebih lanjut yang bersangkutan bermaksud untuk merintis berdirinya jaringan para penulis Pos Pembaca dalam wadah yang disebut Epistoholik Indonesia.

Gagasannya saya sambut dengan senang hati, karena idenya sangat cemerlang dan dalam jawaban surat, saya nyatakan mendukung seratus persen. Selaku manula saya akan tut wuri handayani, bila perlu urun-urun rembug/masukan yang positif.

Saya pegawai negeri sipil yang sudah pensiun tahun 1981. Setelah pensiun, post-power syndrome saya jauhi dan saya harus berani menghadapi kenyataan. Saya beristirahat total setiap hari, dari bangun tidur sampai tidur kembali yang sungguh menjemukan. Guna menghilangkan sebel, saya isi waktu dengan banyak mendengarkan siaran radio, banyak melihat tayangan TV serta banyak membaca apa saja yang bisa dibaca.

Apabila ada hal-hal yang tidak laras dengan pola pikir saya, maka saya mencoba menulis yang hasilnya saya kirimkan ke redaksi suratkabar, apa saja. Pertama saya kirimkan ke Sinar Harapan, yang kemudian berganti nama Suara Pembaruan yang saya menjadi pelanggannya. Ternyata tulisan-tulisan saya banyak dimuat, kemudian tulisan saya kirimkan juga ke Suara Merdeka, Surya, Bernas dan SOLOPOS. Saya merasa senang kalau tulisan saya dimuat, sebab pasti akan dibaca oleh orang banyak. Rupanya inilah salah satu hiburan saya selaku manula wredatama/pensiunan.

Cukup banyak juga pembaca yang setuju dengan tulisan saya, namun ada juga yang sifatnya memberikan kritik membangun. Paham saya, agar pikiran ini tetap bekerja dan kreatif tidak loyo mengikuti jasmani yang usur di usia senja. Sangat ideal menerapkan TOPP baru, yakni Tua, Optimis, Prima dan Produktif, bukan TOPP lama yang kita kenal : Tua, Ompong, Pikun dan Peot.

Saya anjurkan pada para epistoholik muda supaya lebih gencar menulis yang positif. Semua itu bisa dijadikan sarana guna mencerdaskan anak bangsa. Semoga gagasan indah bisa terlaksana dengan baik. Amin.

Soeroyo
Solo


----------
LINGKUNGAN HIDUP


SAJIAN PAHIT
Dimuat di Harian Bernas, tanpa data tanggal.


Menyaksikan tayangan TV tentang para pemudik yang membengkak jumlahnya , hati ini terasa trenyuh. Tampak tak seorang pun bisa dengan enak dan nyaman mendapatkan transportasi, semua menyajikan penderitaan.

Kalau Lebaran tahun 1996 semakin dirasakan lebih susah untuk bermudik, jangan berharap tahun-tahun yang akan datang nyaman adanya, justru semakin runyam.

Kalau kita mau sadar, sebenarnya daya dukung lingkungan itu ada batasnya. Manusialah yang biasa melakukan kegiatan tak terkendali. Suatu kawasan kota (Jakarta) pada pokoknya memiliki tiga unsur pendukung, yakni manusia, lingkungan dan kegiatannya. Perbedaan mencolok ketiga unsur itu di Jakarta dan daerah pedesaan menimbulkan daya tarik luar biasa, yang berakibat arus urbanisasi ke kota. Ini berjalan terus setiap saat dan akumulasinya terasa pada waktu menjelang Lebaran. Ledakan pemudik melimpah ruah.

Daya dukung apa pun itu terbatas, dalam hal ini yang baku antara lain seperti alat transportasi dan jaringan jalan. Sarana ini tak mampu menampung ledakan pemudik dan tiap orang berucap kalau setiap kali menjelang Lebaran akan merupakan sajian pahit.

Bila dicermati dengan teliti sebenarnya masalah social di Jakarta selalu nongol silih berganti yang menjadi beban berat. Aneka macam problem sosial mencuat ke luar, tak habis-habisnya.

Selama kegiatan di Ibukota dalam aneka pembangunan terus dikembangkan yang seakan membentuk magnet dengan daya tarik kuat, maka dampak negatifnya tak terasakan akan selalu meningkat. Solusinya sangat mudah diucapkan, ialah segera memikirkan pembangunan di kawasan pedesaan. Tidak cukup hanya dipikirkan saja, tetapi ditindaklanjuti.

Mengikuti pemberitaan, orang selalu disibukkan, berputar-putar dengan Rencana Induk Kota dan satelitnya saja. Mengapa tidak pernah ramai membicarakan Master Plan Pembangunan Kawasan Desa ?

Menjejali Jabotabek identik dengan perusakan lingkungan karena daya dukungnya terbatas. Eksesnya pun melonjak tak terbendung.



Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang Bambang Haryanto, 14/11/2003.
----------------------

LINGKUNGAN HIDUP


BANJIR DAN EKOSISTEM
Dimuat di Harian Bernas, tanpa data tanggal


Kita sekarang kenal ungkapan baru, yakni : Putusan Politik Cegah Banjir. Alhamdulillah, akhirnya Presiden memerintahkan agar daerah resapan air di kawasan Bogor-Puncak-Cianjur dikembalikan fungsinya sebagai pendukung kelestarian ekosistem. Guna mencegah bencana banjir di hilir, termasuk Jakarta. Para pemerhati berita, khususnya pencinta lingkungan hidup telah lama berdecak geleng kepala melihat merebaknya pembangunan yang salah kendali.

Bila dicermati, sesungguhnya telah dipersiapkan perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang menyangkut upaya melestarikan lingkungan hidup. Namun rupanya orang suka main patgulipat, sehingga menelusupi celah pagar pengaman.

Pembangunan memang tampak maju pesat, namun sungguh disayangkan kegiatan itu tidak sedikit menjamah kawasan konservasi. Akibatnya menyajikan bencana yang negatif. Mengacu pola pikir para pencinta lingkungan hidup, kita tidak anti-pembangunan tetapi menentang terputusnya mata rantai ekosistem.

Pak Ginanjar Kartasasmita menyatakan kalau kebutuhan di Jakarta meluas menjadi kawasan Jabotabek untuk rekreasi dan wisata. Bahkan bagi mereka yang kaya masih membutuhkan tambahan rumah baru ke-2. Bila Puncak ditutup, kemana bangunan itu larinya, jangan sampai ke luar negeri (Bernas, 15/2/1996).

Menyimak gagasan itu kita harus berlapang dada selaku Pancasilais, pembangunan harus dijaga keseimbangannya dan dikendalikan :

1. Tidak merambah kawasan penyangga secara fisik
2. Tidak lepas dari penghayatan Pancasila secara moral.


Masih banyak saudara kita yang dihimpit beban ekonomis, berjubel di tempat yang kumuh, terseok-seok mencari nafkah. Tidaklah etis mengembangkan nafsu mengikuti kehendak hidup bermewah-mewah, meraup lahan berlebihan guna aneka bangunan.

P-4 memompakan paham tenggang rasa dan tepa selira yang sebenarnya masih mengiang-ngiang di telinga. Perintah Presiden harus kita laksanakan, biar lambat demi keselamatan.


Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang Bambang Haryanto, 14/11/2003.

----------------------

LINGKUNGAN HIDUP


ADIPURA KENCANA ITU BLONG
Dimuat di Harian Bernas, tanpa data tanggal.


Sayang seribu sayang, harapan meraih Adipura Kencana bagi Kodya Surakarta tak kesampaian. Selaku wong Solo, saya jelas turut kecewa. Terlebih lagi kalau kemampuan bersaingnya hanya memperoleh Adipura II yang berarti kelas dua.

Dulu pernah tertolong oleh kebanggaan rehabilitasi Kali Pepe yang membelah kota. Proyek yang diandalkan memiliki nilai tambah tinggi dalam membina kebersihan kota, mendukung Solo Berseri. Yang sangat saya sesali tidak hanya lepasnya Adipura tanpa Kencana, justru merosot menjadi Adipura II.

Mungkinkah ada kerentaan program dalam lomba ini ? Saya mencoba mencermati salah satu sisi yang terasa tidak laras dan tidak serasi, ditilik dari sudut pandang kebersamaan, sebagai masukan.

1. Ada kegiatan yang sangat menonjol, yaitu kuningisasi yang terang-terangan mengedepankan ciri khas Golkar.
2. Solo Berseri yang dijadikan unsur tumpuan, adalah juga milik bersama, miliknya yang berciri hijau, kuning dan merah, integralnya milik seluruh warga.
3. Pohon-pohon, pot-pot bunga dan yang lain diubah warnanya menjadi kuning tidak menyajikan keindahan yang lebih, dibandingkan dengan warna semula, putih bersih yang netral.
4. Celakanya pagar keliling “temu gelang” di Manahan tidak semuanya dikuningkan, hanya sebagian saja yang menghadap ke Jalan Adisucipto. Yang bisa dilihat bagi yang lewat menuju Lanud Adisumarmo.
5. Tindakan Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang setengah-setengah itu memerosotkan nilai Adipura.

Mawas diri dituntut dari kita selaku makhluk social, memaksakan kehendak secara sepihak untuk urusan bersama terasa tidak pas. Solo berseri milik kita bersama, tidaklah etis berbuat yang tidak empan papan.


Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang Bambang Haryanto, 14/11/2003.


-------------------------
LINGKUNGAN HIDUP

SAYANGILAH PULAU JAWA
Dimuat di Harian Bernas, tanpa data tanggal


Rencana pabrik semen Boyolali banyak disebut-sebut di koran. PT Eraska Semen Indonesia (PT ESI) sudah bertekad membangun pabrik semen di Kecamatan Juwangi, 65 km utara Boyolali. Izin lokal sudah di tangan seperti Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) tanah liat dan SIPD batu kapur.

Ganjalan masih ada di Perhutani yang 600 ha kawasan hutannya akan diduduki kepentingan pabrik semen. Presiden sudah tahu masalah ini, sehingga turun instruksi agar dampak negatif pabrik semen benar-benar dicermati.

Inilah tugas Perhutani dan instansi terkait guna mencermati Amdalnya. Ditilik dari segi kepentingan PT ESI pasti dasarnya komersial yang kemudian akan menggaruk untung. Dasar berpijaknya : guna pasokan semen di wilayah Jateng-DIY yang teramat tersendat, bahan baku melimpah, transportasi mudah, sarana telah siap. Penduduk setempat akan terserap sebagai pekerja pabrik. Dan rekomendasi dari instansi lokal terkait, kecuali Perhutani.

Dalam imajinasi orang awam, seolah ada dua kubu yang tengah berhadap-hadapan. Pihak investor ingin secepatnya mengembangkan modalnya dan Perhutani yang didasari pertimbangan ideal. Konon menurut gagasan para idealis, Pulau Jawa sebnarnya telah sarat muatan. Rincian ideal bagi suatu kesatuan kawasan adalah 30 persen untuk hutan, 30 persen perkotaan dan industri, permukiman. Selebihnya perlu dipertahankan guna persawahan, pertegalan dan lain-lain.

Konon hutan di Jawa kini tinggal sekitar 17 persen. Persawahan menyusut sangat drastis akibat merebaknya pembangunan, diperkirakan 50.000 ha sirna tiap tahun. Kalau hutan jati Perhutani juga akan dibabat lagi 600 ha, apa tidak akan berdampak negatif ?

Mungkin orang terbius oleh Amdal lokal, sebutlah yang mikro. Namun lepas dari Amdal yang makro. Ekosistem Jawa sudah mulai terancam kelestariannya, karena mata rantainya yang terputus.

Membangun Indonesia tidak hanya di P. Jawa. Berpaling lah di kawasan lain yang sangat menantikan penanaman modal kuat.


Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 22/11/2003.


----------------------

LINGKUNGAN HIDUP


K O N T R O V E R S I A L ?
Dimuat di Harian Bernas, tanpa data tanggal.


Para pemerhati berita pasti menangkap pemberitaan tentang niat PT Timor Putra Nasional untuk memacu pembuatan Mobil Nasional. Didukung oleh Inpres 2/1996 usaha itu bergulir mulus, sekali pun timbul berbagai polemik termasuk protes pihak-pihak terkait.

Suatu hal yang menggembirakan karena Indonesia mampu memproduksi Mobil Nasional dan ditopang pasaran dalam negeri yang sangat kuat. Itulah salah satu bukti pembangunan yang positif. Dalam waktu dekat akan masuk 4.000 unit dan yang telah dipesan konsumen 33.000 sedan Timor (Bernas, 28/5/1996).

Namun bila dicermati, bisa menimbulkan akibat negatif. Bisa disebutkan kalau lalu lintas, terutama Jakarta akan semakin semrawut sulit dikendalikan. Kenyataan yang kita hadapi yakni :

1. Volume jalan sudah tak bisa menampung jumlah mobil yang membengkak.
2. Kemacetan lalu lintas akan menggejala.
3. Pencemaran udara oleh emisi kendaraan motor sudah melampaui ambang batas baku.
4. Penyedotan BBM bertentangan dengan Gerakan Hemat Energi.
5. Memicu kesenjangan dan kemacetan yang menimbulkan reaksi berantai.
6. Kesemrawutan lalu lintas, konon terpadat di Asia Tenggara, tak mendukung GDN.

Kalau dipikir-pikir, tampak banyak hal kontroversial. Industri mobil (pabrik) akan merebak menjejali kawasan Jabar/Cikampek yang sudah sarat muatan. Dari sisi pandang para pemerhati lingkungan hidup, Jabotabek dan sekitarnya sudah semakin parah kondisinya.

Menerapkan Inpres 2/1996 identik dengan orientasi pembangunan ekonomi yang cenderung ke atas. Kita masih ingat ungkapan Dr. HM Amien Rais bahwa ekonomi yang dibangun bukan ekonomi kerakyatan sebagaimana diamanatkan UUD 45, tetapi ekonomi konglomerat (Bernas, 2/3/1996).

Baru-baru ini dalam versinya, Bung Amien Rais berucap, selaku Ketua Umum Muhammadiyah, tidak akan menjadi oposan terhadap pemerintah. Alasannya, pemerintah demikian baik menjalankan Pancasila dan UUD 45 (Bernas, 28/5/1996).

Disimak dari pemerhati berita, ungkapan itu rasanya kok membingungkan. Lebih bisa dirasakan seperti teriakan agar tidak mencemari lingkungan hidup, namun semburan emisi mobil makin ditingkatkan. Kawasan lingkungan hidup yang sudah merosot daya dukungnya bahkan terus dipadati dengan aneka bangunan dan kegiatan.

Gagasan para awam yang sederhana, nanti bila kondisi lingkungan sudah parah sekali, mungkin akan ada putusan politik : cegah kesemrawutan lalu lintas, tangkal merebaknya gas buang knalpot yang merongrong kesehatan penduduk.


Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang Bambang Haryanto, 14/11/2003.

----------------------


LINGKUNGAN HIDUP


POLUSI UDARA
Dimuat di Harian Bernas, tanpa data tanggal


Saudari Diah Kunthi Saraswati (Jl. Kranggan 96 Yogyakarta), rupanya baru terhentak kaget kalau kotanya semakin ramai dan padat dengan kendaraan bermotor. Dikeluhkan, polusi udara merebak menggejala akibat banyaknya semburan gas buang kendaraan bermotor (Bernas, 31/1/1995).

Kita kenal berbagai macam bahan pencemar lingkungan hidup. Pada umumnya polutan yang kasat mata mendapatkan porsi perhatian lebih besar. Seperti limbah cair yang dimuntahkan dari daerah industri. Ini terbukti dari banyaknya pemberitaan dan permasalahannya.

Dibandingkan dengan pencmar macam ini, pencemar udara yang berupa gas buang mobil di masyarakat jauh kurang dibicarakan masyarakat. Sumber pencemar udara ini adalah cerobong pabrik, berbagai macam kendaraan bermotor, berbagai mesin di bengkel yang digerakkan oleh daya pembakaran BBM dan (maaf) termasuk juga asap rokok yang sangat berlebihan. Gas buang mobil tak tampak jelas, kecuali kepulan asap hitam pekat yang keluar dari knalpot mobil diesel yang sebenarnya harus dilarang. Tidak jarang kehadiran sepeda motor yang mengepulkan asap.

Itulah sebabnya pencemaran gas buang mobil tk melintas dalam pikiran ibu-ibu PKK Yogyakarta. Justru yang pernah diusahakan adalah penggunaan “cilukbha”, celana kuda untuk menampung kotoran kuda dalam mengantisipasi pencemaran lingkungan.

Sesungguhnya kita merasa aneh. Betapa tidak, orang menyebut-nyebut persediaan BBM di perut bumi Indonesia sudah mulai menyusut drastis, namun industri perakitan mobil merebak kuat di dalam negeri disamping membuka pintu impor mobil. Kondisi yang tidak selaras dengan teriakan hemat energi, juga tidak bergeming dengan ajakan Didi Petet dalam iklan tayangan TV untuk berhemat energi.

Rupanya kita masih menunggu sampai pencemaran udara melampaui ambang batas, atau kalau sudah mulai tampak ada korban berjatuhan akibat negatif dari rusaknya udara yang kita hirup. Itulah sebabnya secara kelakar kita bisa bertutur kalau SDSB Generasi II telah nongol, yaitu Sudah Datang Semburan Bahan Beracun berbahaya di sekeliling kita yang harus dicermati.

Udara sehat yang kita perlukan sudah tercemar, seperti dikeluhkan Diah Kunthi.


Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang Bambang Haryanto, 14/11/2003.

---------------------

LINGKUNGAN HIDUP


CILUKBHA DI YOGYA
Dimuat di Harian Bernas, tanpa data tanggal


Di Yogyakarta pernah ada gerakan cilukbha. Ibu-ibu PKK di sana gigih ikut serta membina kotanya agar bersih, sehat dan menarik. Untuk mencapai Yogya yang benar-benar Berhati Nyaman.

Cilukbha di sini bila direntang menjadi Celana Ini Lumayan Untuk Kuda Buang Hajat. Celananya berupa kantong plastik yang dikenakan di “buritan” kuda untuk bisa menampung kotorannya agar tidak berceceran di sepanjang jalan. Pada tingkat percobaan dulu direncanakan untuk diterapkan bagi 200 andong yang hasilnya akan terus dipantau.

Mudah-mudahan gagasan indah ibu-ibu PKK bisa kesampaian, sehingga kegiatan itu menjadi salah satu daya dukung kebersihan Yogyakarta. Tidak kurang pentingnya, mencermati tabiat masyarakat kota yang masih terbiasa membuang sampah secara sembarangan. Bila Cilukbha, sikap bersih dan taman-taman kota bisa menyatu dan membudaya, patutlah kegiatan ibu-ibu PKK mendapatkan dua acungan jempol sekaligus.

Ada segi lain yang terabaikan. Kalau kita berpikir tentang akibat transportasi di kota, kita tersentak dibuatnya. Andong, alat angkut radisional bergerak karena ditarik oleh kuda. Setelah diumpani rumput campur dedak, memiliki energi yang berubah menjadi tenaga tarik dan sampah yang dibuang berupa kotoran kuda.

Ciri-ciri transportasi modern adalah bermotor. BBM yang digunakan bisa menimbulkan energi dan diubah menjadi aneka bentuk tenaga plus sampah, berupa gas buang yang mengandung CO, CO2 dan Pb yang meracuni lingkungan.

Oleh karena sampah kuda tampak melok, orang berjingkrak-jingkrak berteriak merasa jijik. Namun menghadapi limpahan gas buang kendaraan bermotor yang mengandung racun dan menyebar ke mana-mana, orang bersikap acuh tak acuh.

Pak kusir harus bersusah payah mengenakan cilukbha pada kudanya, kemudian membuang kotoran kuda tidak boleh sembarangan. Sebaliknya para sopir sama sekali tidak merasa bersalah menyemburkan gas buang kendaraannya ke segala penjuru. Mereka mondar-mandir merajai jalanan dan masa bodoh lingkungan menanggung derita. Apa boleh buat.

Semoga cilukbha merebak, sikap cermat menanggulangi sampah tumbuh dan taman kota menyeruak di segala pojok kota. Dengan demikian Yogya akan menarik para wisatawan mancanegara dan mampu meningkatkan lama tinggal di kota ini.


Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang Bambang Haryanto, 14/11/2003.


--------------------

LINGKUNGAN HIDUP


ROKOK DAN MOBIL
Dimuat di Harian Suara Pembaruan, tanpa data tanggal.


Redaksi Yth.,

Belum lagi selesai tuntas orang ramai bicara tentang kapitalis dan konglomerat, sekarang muncul masalah lain, rokok menjadi topiknya. Rokok, apa pun cap dagangnya, bila disulut akan mengeluarkan asap yang ternyata mengandung unsur-unsur beracun. Asapnya membahayakan kesehatan para perokoknya, juga orang-orang disekelilingnya yang tidak sengaja turut serta menghirup asap yang beracun itu. Oleh karena itu, asap rokok dinyatakan mencemari lingkungan hidup, khususnya udara sehat dan rokoknya sendiri merupakan sumber pencemarannya.

Tidak jauh berbeda keadaan aneka kendaraan bermotor. Dari knalpotnya disemburkan gas buangan yang juga mengandung macam-macam unsur beracun. Setiap saat di tempat yang kendaraannya berjubel udaranya tercemar yang “idem ditto” merongrong kesehatan manusia, bahkan makhluk hidup yang lain.

Yang terkena tidak hanya para tuan dan nyonya penumpang bergaya konglomerat dalam mobil-mobil mewah, rakyat jelata pun di kota-kota besar tidak luput dari ancaman udara tak sehat yang telah tercemar itu.

Ada perbedaan yang mencolok. Kepulan asap rokok yang keluar dari mulut dan hidung para perokok memberikan kenikmatan yang aduhai serta menyebarkan aroma yang khusus, menurut versi para pencandunya. Sebaliknya, gas buangan kendaraan berbau sengak, apa pun BBM yang dipergunakannya. Lebih dari itu kendaraan juga sumber pencemaran lain, yaitu kebisingan dan kemacetan lalu lintas. Jadi lengkaplah tahapan pencemarannya.

Bila kebisingan suara diukur, entah berapa decibel besarnya yang di sana-sini pada jam-jam sibuk telah melampaui ambang batas. Maka tak tanggung-tanggung terjelmalah ancaman yang terselubung rapi itu. Manakala kita amati dengan jeli, ternyata dalam masyarakat ini banyak hal yang tampaknya lucu menggelikan.

Rokok dan mobil sesungguhnya sama-sama sumber pencemaran lingkungan hidup. Orang berteriak-teriak dan menuding rokok sebagai salah satu pendukungnya, namun sebaliknya menganakemaskan kendaraan, bahkan orang suka mengelus-elus mobil yang mulus.

Aneh memang, dalam sandiwara akbar duniawi bukannya rokok dan mobil memainkan dagelan, justru manusialah yang ternyata suka sekali mendagel.


Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang Bambang Haryanto, 14/11/2003.


---------------------

LINGKUNGAN HIDUP


GEMBIRA NAMUN JUGA WAS-WAS
Dimuat di Harian Suara Pembaruan, tanpa data tanggal.


Redaksi Yth.,

Di harian ini pernah diberitakan, produksi kendaraan bermotor tak mampu memenuhi permintaan pasar (Pembaruan, Rabu, 16/5/1990). Konsumen kendaraan bermotor di dalam negeri sangat kuat daya belinya. Permintaan akan mobil terus meningkat, sehingga pabrik merasa kewalahan. Sekali pun harga telah meningkat 5 %, bahkan di sana-sini lebih dari itu, namun pasaran sangat menyedot.

Menyimak kondisi itu orang boleh ketawa lebar karena senang dan gembira. Dari segi itu tampak hal-hal yang positif : (1) ada kelompok tertentu yang daya belinya kuat, dengan kata lain kelompok itu kaya, (2) industri otomotif tumbuh baik dan tak khawatir akan kehilangan pasar di dalam negeri, (3) lapangan kerja terjamin sehingga melegakan pihak ketenagakerjaan dan juga perindustrian. Artinya salah satu tahapan pembangunan tercapai.

Orang beli mobil untuk dinikmati, bukan untuk hiasan di rumah. Apakah kenaikan harga BBM 25 Mei 1990 akan memberi dampak berkurangnya kemacetan lalu lintas, rasanya jauh dari kenyataan menilik sifat kelompok kuat.

Maka bisa diterka akan bertambah banyak jumlah mobil yang hilir-mudik di jalan-jalan. Kita akan simak kemacetan lalu lintas yang makin menggejala, di samping itu gas buangan dari knalpot akan membuat konsentrasi udara beracun semakin tinggi dan kebisingan suara semakin menguak suasana. Yang akan menjadi sedikit berkurang di udara bebas hanya unsur Pb (timah hitam) saja, karena Super 98 diganti dengan Premix 96.

Kondisi itu membuat para peserta lingkungan dan pada idealis selalu was-was, karena alam lingkungan tak mampu melepaskan diri dari pencmaran yang semakin menjadi-jadi yang katanya setiap detik mengancam kesehatan.


Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang Bambang Haryanto, 14/11/2003.



----------------------

LINGKUNGAN HIDUP


POLUSI UDARA BERTAMBAH
Dimuat di Harian Bernas, tanpa data tanggal


Saya masih ingat tajuk rencana Suara Pembaruan (21/11/1989) berjudul Dampak Kemacetan Arus Lalu lintas. Dampaknya menjalar kemana-mana yang akhirnya menjadi tambahan beban bagi rakyat kecil. Masyarakat kalangan bawah lah yang paling merasakan segala akibatnya, bukan mereka yang tergolong the haves.

Peneliti BPP Teknologi meramalkan di tahun 2005 nanti jumlah perjalanan 60 persen adalah jasa kendaraan bermotor. Rasanya tidak perlu diragukan lagi, angka 50 persen bahkan lebih pasti akan terwujud.

Berbanggalah kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki arus lalu lintas jalan raya tersibuk dan terpadat di Asia Tenggara. Betapa tidak, segala macam merk mobil bersimpang siur di jalanan, terutama di Jakarta. September mendatang akan bermunculan mobil Proton Saga dari Malaysia dan akan menyusul mobil dari Korsel. Pintu impor dibuka untuk aneka tipe mobil. Industri mobil dalam negeri sendiri dipacu terus terutama tipe cc kecil.

Pmeran mobil mewah pernah digelar di Jakarta. Hal ini tidak perlu diragukan, mengingat daya beli orang kaya di Indonesia kuat luar biasa.

Hanya saja perlu dicermati beberapa masalah, antara lain : (1) Penyedotan BBM akan melonjak, katanya perlu dihemat, (2) Berjubel dan macetnya lalin yang tak mudah diantisipasi, sebab jaringan jalan jauh tertinggal, dan (3) Semburan gas buang mencmari lingkungan hidup.

Belum lagi kebisingan suara, kecelakaan kendaraan bermotor, suhu udara semuanya meningkat. Unsur-unsur beracun dari setiap knalpot kendaraan mendesak udara sehat.

Limbah industri yang mencemari lahan dan air belum bisa semua ditangani secara tuntas. Kini pencemaran udara sudah mengintai. Maka jangan lah terlena, cermati kondisi yang tidak menguntungkan ini.



Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 22/11/2003.



---------------------

LINGKUNGAN HIDUP


LAPANGAN GOLF YANG MENGGELITIK
Dimuat di Harian Bernas, tanpa data tanggal


Bernas menyajikan tulisan berturut-turut tentang pembangunan lapangan golf di Kepuharjo Sleman. Yang pertama menggambarkan proyek yang tengah dibangun dari sisi yang menggembirakan. Tanah kas desa Kepuharjo yang tidak produktif, mulai disulap menjadi lapangan golf. Para pekerja pria-wanita yang diserap dari lingkungan setempat menunjukkan semangat kerja yang tekun. Seorang menerima upah Rp. 3.000 sehari dan dalam waktu dekat akan ditambah menjadi 170 orang. Bongkahan batu yang tidak akan dipakai boleh dijual oleh pekerja dengan harga Rp. 13.000 sampai Rp. 15.000 per truk.

Saham pun akan segera dijual oleh PT Merapi Gelanggang Wisata sebanyak 600 lembar @ Rp. 25 juta. Diharapkan akan mampu menjaring para pengusaha dan pejabat yang sangat getol bermain golf.

Namun kemudian ada berita lagi, bahwa proyek elit di Kepuharjo Merapi Golf and Mountain Resort, konon bertentangan dengan sistem ekologi. Yayasan Lingkaran Konsumen Hijau Indonesia menilai kalau pada tahap penilaian dokumen Amdal, tersembul sejumlah kejanggalan dan persoalan.

Disebut-sebut : kebutuhan air dompleng air irigasi dari dam Plunyon yang berarti merebut kepentingan petani. Lokasi proyek ada di Daerah Bahay I Gunung Merapi, sipaksakan untuk menjadi kawasan pariwisata. Pemanfaatan daerah Terlarang Bahaya I diberikan justru kepada pemrakarsa proyek PT Merapi Gelanggang Wisata, bukan pada pemda setempat.

Sebagai orang awam pemerhati berita hanya mampu geleng kepala. Kata orang, sebuah proyek harus melalui tahapan penelitian yang dituangkan dalam Amdal. Amdal perlu dicermati, tidak boleh disepelekan dan dikesampingkan. Atau diperhatikan a la kadarnya, seolah telah sempurna yang bisa disetujui dan disahkan. Ekstremnya, dimanipulasikan.

Waduk Mulur di Sukoharjo juga akan dibangun lapangan golf. Areal yang disediakan 30hektar, dianggarkan dana 1,5 milyar. Proyek ini juga mutlak dilengkapi Amdal yang cermat. Tidak boleh dipaksakan hanya karena golf sekarang sedang ngetrend.

Apakah Waduk Mulur yang konon bisa menjadi lahan produktif akan menjelma menjadi hamparan ‘karpet hijau” tempat orang kaya mengayunkan stick ?



Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang Bambang Haryanto, 22/11/2003.

-----------------------

LINGKUNGAN HIDUP


YA, KENAPA HARUS LAPANGAN GOLF ?
Dimuat di Harian Bernas, tanpa data tanggal.


Saudara Budiman di Cangkringan Sleman mempertanyakan : Mengapa Harus Lapangan Golf ? (Bernas, 18/10/94). Dikemukakan berbagai hal yang berkaitan dengan pembangunan lapangan golf di Cangkringan yang akan dikelola oleh PT Merapi Gelanggang Wisata. Pada hematnya perlu dipertimbangkan ulang yang teliti atau disebut dengan istilah ngetrend, agar dicermati Amdal-nya.

Kita mencoba menyimak yang ada hubungannya dengan seruan Presiden tentang Gerakan Hemat Air. Memang kita perlu berhenti sejenak dan memusatkan pandang dan kebutuhan lapangan golf akan air. Konon diceritakan orang, kalau air yang diperlukan guna menghidupi rumput hijau asal impor agar selalu tampak indah bagaikan karpet, mencapai 200-300 ton sehari.

Dulu memang pernah terbetik berita tentang sengketa air di Sleman, waktu orang membangun dam/bendung Plunyon di Kalikuning. Sasaran pokoknya adalah guna memasok air irigasi, sebagian untuk air minum dan perikanan. Namun karena orang kini sedang getol membangun lapangan golf, maka disebut-sebut juga akan mendompleng air dari bendung Plunyon, kira-kira 75 persen kebutuhan pokoknya.
Bila ini dipertahankan, berarti lahan irigasi harus disusutkan. Tarik-menarik dalam keperluan ini, masyarakat awam menyindir secara sinis kalau ayunan cangkul di Cangkringan dikurangi guna memberi keleluasaan bagi ayunan stick.

Ada segi lain yang akhir-akhir ini pernah dilontarkan dalam berita, bahwa lapangan golf pun ternyata merupakan sumber pencemar lingkungan. Untuk mempertahankan karpet hijau membentang luas dipakai berjenis-jenis pestisida plus rabuk buatan. Bahan ini bersama dengan air terus-menerus diguyurkan pada areal luas yang disediakan bagi 18 holes. Rangkaian kegiatan ini membias ke arah negatif, karena lingkungan hidup bisa berakibat keracunan.

Kalau dipikir-pikir, benar juga apa yang dikeluhkan Saudara Budiman, bahwa ada celah-celah negatif bila orang memaksakan kehendak sepihak tanpa mencermati Amdal sebagaimana mestinya.

Kondisi ini memang cocok dengan ungkapan Ronggowarsito : ewuh aya ing pambudi.



Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang Bambang Haryanto, 14/11/2003.

------------------------

LINGKUNGAN HIDUP


SENGKETA AIR DI SLEMAN
Dimuat di Harian Suara Pembaruan, tanpa tanggal.


Redaksi Yth.,
Di daerah Yogyakarta-Surakarta mulai turun hujan. Alhamdullilah, kita wajib mensyukurinya. Namun di daerah Gunungkidul orang masih juga menghadapi kesulitan untuk mendapatkan air.

Siapa pun tidak ada yang memungkiri kalau bahan cair yang satu ini sangat vital bagi perikehdupan. Andaikata di tempat yang sulit air terdengar cerita orang-orang di sana bersengketa karena rebutan air, maka berita itu tidaklah mengherankan. Tetapi justru masyarakat di Gunungkidul tampak rukun, menyatu dalam rasa kebersamaan dan pamong desa secara bijak membagi air bila datang “dropping” truk tanki air.

Yang sungguh lucu justru tersembulnya berita tentang sengketa air di Sleman Yogyakarta. Di sana dibangun dam/bendung Pluyon di Kalikuning. Sasaran pokoknya jelas, ialah untuk memasok air guna kepentingan irigasi, sebagian untuk air minum dan juga perikanan. Sudah barang tentu atas dasar program itu telah dibangun segala struktur bangunan irigasi yang diperhitungkan dan didisain secara teknis yang tepat.

Eh, tahunya terbetik berita kalau air irigasi itu juga akan disadap guna keperluan lapangan golf Cangkringan yang juga akan dibangun. Inilah bentuk sengketa yang unik antara kepentingan petani dan kaum berduit yang akan mengayun-ayunkan”stick” di sana. Disebut-sebut, bahwa kebutuhan air di musim kemarau bagi lapangan golf akan diambilkan dari bendung Pluyon 75 % dari seluruh keperluan, alias “dompleng”. Lho, kalau ada maksud yang demikian itu apakah luas area sawah yang akan dioncori bisa seenaknya disusutkan, atau program semula di-“plenceng”-kan dan kepentingan para petani diremehkan ?

Dalam wawancara dengan TVRI para peringatan Hari Pahlawan di Surabaya, Cak Ruslan Abdulgani, salah seorang pelaku sejarah 10 November 1945, berkata bahwa beliau sangat gembira dan berbesar hati menyaksikan kemajuan pembangunan, khususnya di Surabaya dan di mana-mana pada umumnya. Hanya masih ada celah-celah yang lemah yang perlu dicermati dan dibenahi secara serius.

Disebutkan kalau celah itu umumnya menyangkut rakyat kecil misalnya tentang masalah perburuhan yang sering nongol di permukaan, juga masalah gusur-menggusur lahan. Bukankah permasalahan rakyat kecil yang terkait dalam hal ini sangat perlu ditangani dengan baik dan benar demi keadilan yang hakiki ?

Kembali pada cerita sengketa air di Sleman, apakah ada sikap bersikeras untuk membelokkan program pokok demi kepentingan investor berdasi membangun lapangan golf ?

Kita seharusnya bersikap dewasa, jangan sampai ayunan cangkul menyusut dan sekaliknya ayunan “stick” mengambang. Nurani dan akal sehat bagi insan Pancasila pasti membela kepentingan para petani daripada sekelompok kecil orang kaya yang ingin bermain golf sambil bercengkerama di lapangan golf “Cangkringan Indah”.

Kok cocok pernyataan Cak Ruslan Abdulgani kalau kondisi pembangunan ini di sana-sini timbul merebak celah-celah yang lemah dan berciri meninggalkan kepentingan rakyat kecil, sehingga kesenjangan pun tampak berkembang.


Soeroyo (Surakarta).
Diketik ulang Bambang Haryanto, 14/11/2003.




posted by bambang  # 5:47 AM
--------------------

Tanggal 13/11/2003 Bapak Soeroyo menepati janji beliau, dengan mengirimkan sekitar 78-an judul surat pembaca yang beliau tulis sekitar tahun 1994. Jumlah itu menunjukkan produktivitas beliau dengan beragam topik yang kaya, pembahasan yang mendalam dan beragam. Untuk tahap awal ini Epistoholik Indonesia memutuskan untuk memajang surat-surat pembaca beliau yang bertopik lingkungan hidup.
--------------------

Terima kasih Bapak SOEROYO (Solo). Matur nuwun untuk dukungan dan juga untuk surat balasan Bapak, yang saya terima 29/10/2003.

Surat dari Bapak Soeroyo :

“Surat Anda 22 Oktober 2003, telah saya terima. Terima kasih atas perhatian Anda pada saya dan ternyata Anda mengenal saya lewat koran/suara pembaca. Ide Anda sangat bagus, saya setuju sekali”, demikian tulis Bapak Soeroyo.

“Pertama kali saya rajin membuat kliping surat saya yang dimuat di beberapa surat kabar. Namun akhir-akhir ini ada beberapa yang lepas. Sayang memang. Oleh karena itu, yang anda minta tanggal surat saya dimuat, sulit untuk dilacak”

“Pikiran saya tidak sejauh ide Anda, hanya sekadar hobi saja. Coba akan saya ungkap kembali kliping yang ada pada saya, bila mungkin akan saya kirimkan ke mari”

“Saya dukung ide Anda yang cemerlang. Dan selaku manula, saya tutwuri handayani saja. Bila perlu, akan memberikan masukan a la kadarnya.”


Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :

Suatu saat nanti, memang ada rencana untuk meminta nasehat kepada beliau, antara lain mengenai hal-hal yang menarik dalam menekuni hobi menulis surat pembaca selama ini. Termasuk mencari tahu mengenai ketepatan beliau dalam menulis sesuatu isu yang sedang aktual di masyarakat. Matur nuwun, Bapak Soeroyo atas dorongan Bapak yang tak ternilai harganya bagi kami.


--------------------------


Selamat datang, Bapak Soeroyo !
Epistoholik Indonesia mengharap Bapak dapat berkenan memajang karya-karya cemerlang Bapak di situs ini, agar mampu sebagai sumber ide dan sumber panutan, bagi para epistoholik yunior Anda dan para pembaca.


Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :

Kota Solo memiliki belasan epistoholik yang dedikasinya tidak usah diragukan. Terutama para epistoholik senior telah begitu lama menekuni aktivitas menulis surat-surat pembaca. Di antara para tokoh panutan itu adalah Bapak Soeroyo.

Untuk menghormati kiprah para epistoholik senior, secara khusus pada tanggal 22/10/2003 saya atas nama Epistoholik Indonesia (EI) telah berkirim surat kepada Bapak Soeroyo.

Isinya adalah mengundang beliau untuk : (a) berkenan mengunjungi situs EI ini, dan (b) berkenan mengirimkan 10 (sepuluh) surat pembaca karya beliau untuk kami pajang di situs Epistoholik Indonesia ini.

Dengan perkenalan ini, saya berharap beliau tertarik untuk membangun situs “museum maya” pribadinya sendiri, sebagai ajang pemajangan karya-karya surat pembacanya di situs seperti EI ini. Sehingga kearifan, niatan mulia dan gagasan cemerlangnya dapat diakses oleh peminat dari seluruh dunia melalui Internet.


posted by bambang  # 5:39 AM

Wednesday, November 19, 2003

Selamat datang, Pak Soeroyo !
Inilah blog Anda !

posted by bambang  # 6:17 AM

Archives

11/01/2003 - 12/01/2003  

This page is powered by Blogger. Isn't yours?